www.ruslantara06@gmail.com. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


Nama: rusan                           
Keas : A
Nim : D12010319

Contoh Difusi Inovasi

1.  Penyebaran Jagung Hibrida di Iowa
Inovasi jagung hibrida merupakan salah satu teknologi baru pertanian yang paling penting ketika diperkenalkan kepada masyarakat Iowa pada tahun 1928, dan ia mengantarkan keseluruhan perangkat inovasi pertanian di tahun 1930-1950an yang merupakan “revolusi pertanian dalam produktifitas ladang”. Bibit hibrida dikembangkan oleh para ilmuwan pertanian di Iowa State University dan beberapa universitas lainnya.Penyebaran bibit hibrida terutama dipromosikan oleh lembaga penyuluhan pertanian dan oleh pedagang bahan-bahan pertanian.Panen jagung hibrida lebih banyak 20% per-area dari pada jenis jagung biasa, lebih tahan hidup di musim kering serta lebih cocok dipanen dengan alat pemetik mekanik. Tetapi bibit itu akan hilang keunggulannya setelah generasi pertama, sehingga petani harus selalu membeli bibit setiap tahun. Semula mereka telah menyimpan bibit yang mereka pilih dari jagung tanaman mereka.sendiri yang tampaknya bagus. Dengan demikian pengadopsian jagung hibrida.mengharuskan para petani mengadakan perubahan penting dalam tatacara bertani mereka (dari membuat sendiri bibit menjadi membeli bibit).

Pada tahun 1921, Brice Ryan dan Neal Gross (1943), dua pakar sosiologi pedesaan pada State University mengadakan wawancara pribadi dengan 259 peta­ni yang tinggal di dua komunitas kecil. Masing-masing responden diminta mengingat kapan dan bagaimana mereka mengadopsi jagung hibrida, dan diminta memberi informasi mengenai (karakteristik) diri mereka sendiri dan tata cara bertani mereka.
Hanya 2 dari 259 petani yang belum mengadopsi jagung hibrida antara tahun 1928-1941; satu tingkat pengadopsian yang cukup pesat.Ketika diplot secara kumulatif dari tahun ke tahun, kecepatan adopsi itu berbentuk kurva-S. Pada lima tahun pertama, sampai tahun 1933, hanya 10% petani yang mengadopsi. Kemudian kurva adopsi mulai mengalami kenaikkan sampai mencapai 40% adopsi pada tahun berikutnya (1936).Akhirnya kecepatan adopsi itu mulai menurun dengan sedikitnya petani yang mengadopsi jagung baru itu.Keseluruhan bentuk kurva kecepatan adopsi itu tampak seperti huruf S.
Para petani dibagi menjadi kelompok-kelompok pengguna berdasarkan saat mereka mengadopsi bibit baru itu (Gross 1942).Dibanding dengan petani yang mengadopsi belakangan, para inovator memiliki ladang lebih luas, penghasilan lebih tinggi, dan lebih lama memperoleh pendidikan. Mereka juga lebih kos­mopolitan, jika diukur dengan jumlah perjalanan yang telah mereka lakukan ke Des Moines (kota besar, kira-kira 75 mil dari desa penelitian).
Walaupun jagung hibrida merupakan inovasi yang tingkat keuntungan relatif lebih besar daripada jagung biasa, petani khas daerah itu tidak begitu cepat berubah dari pengetahuan tentang inovasi ke arah pengadopsiannya.Masa pengambilan keputusan inovasi mulai dari pertama kali mengetahui sampai memu­tuskan untuk mengadopsi rata-rata 9 tahun pada semua responden. Suatu penemuan yang memperjelas bahwa proses keputusan inovasi itu bagi kebanyakan pengguna memerlukan pertimbangan yang cukup panjang, walaupun mengenai inovasi yang hasilnya luar biasa. Rata-rata responden memerlukan waktu 3 atau 4 tahun untuk melakukan percobaan dengan menanam sebagian kecil ladangnya, sebelum memakai bibit baru itu untuk seluruh areal ladangnya.
Saluran komunikasi memainkan peran berbeda pada masing-masing tahap proses keputusan inovasi. Para petani setempat pertama kali mendengar bibit ung­gul dari seorang pedagang, tetapi para tetangga merupakan saluran yang sering mengantarkan orang sampai ke tahap persuasi.Pedagang merupakan saluran yang penting pada orang-orang yang mengadopsi lebih awal, sedang tetangga merupakan saluran yang lebih berperan bagi pengguna lambat.
Penemuan Ryan dan Gross (1943) menyarankan pentingnya peran jaringan komunikasi antar pribadi dalam proses difusi suatu inovasi dalam suatu sistem sosial. Pertukaran pengalaman pribadi antar petani mengenai penggunaan jagung hibrida agaknya merupakan inti difusi. Bila pengalaman positif seperti itu teraku­mulasi pada para petani (terutama inovator dan pemuka) dan pengalaman itu dipertukarkan di masyarakat, kecepatan adopsi akan tinggal landas. Ambang ba­tas ini pada kasus Iowa terjadi pada tahun 1935. Setelah titik itu terlampaui, agak­nya mustahil menyetop penyebaran lebih lanjut jagung baru itu.Masyarakat petani sebagai sistem sosial, termasuk jejaring komunikasi yang menghubungkan petani satu dengan lainnya yang ada disitu merupakan unsur penting dalam proses difusi.
Dalam rangka memahami peran jejaringan difusi dan kepemimpinan pen­dapat, Ryan dan Gross (1943) mestinya mengajukan pertanyaan-pertanyaan sosiometrik kepada respondennya, misaInya “dari teman petani siapa anda mem­peroleh informasi mengenai jagung hibrida?”.Rancangan sampel yang terdiri dari keseluruhan warga desa hdrus digunakan agar pertanyaan sosiometrik itu berguna.Tetapi kenyataannya “informasi cukup dikumpulkan dari semua anggota masyarakat seakan-akan mereka responden tak berhubungan dalam suatu sampel acak” (Katz et al, 1963).
Walaupun tanpa data sosiometrik mengenai jaringan difusi, Ryan dan Gross beranggapan bahwa bibit hibrida tersebar dalam dua masyarakat seperti bola salju. Mereka menulis: “Tidak diragukan lagi, bahwa seseorang dalam suatu kedudukan yang saling berhubungan mempengaruhi perilaku teman-temannya. Jadi, keber­hasilan bibit hibrida yang tampak pada beberapa ladang menunjukkan suatu perubahan situasi bagi orang tidak melakukan percobaan.Adalah suatu kenyataan bahwa penerimaan bibit baru oleh beberapa stimulus baru bagi anggota masyarakat lainnya”. Jadi, kedua pakar sosiologi pedesaan itu secara intuitif merasa bahwa apa yang dicari oleh para pengkaji difusi berikutnya secara lebih rinci ada­lah untuk membuktikan bahwa inti proses difusi adalah jaringan antar pribadi antara orang yang telah mengadopsi dengan mereka yang nantinya terpengaruh untuk mengadopsi pula.
Dalam kajiannya tentang ahli sosiologi pedesaan yang meneliti difusi sampai pertengahan tahun 1960an, Crane (1972:74) mengidentifikasi para peneliti yang pertamakali menggunakan konsep dan atau alat metodologi baru dalam pengkajian difusi.Menurut analisisnya, Ryan dan Gross meyumbang 15 dari 18 inovasi intelektual yang digunakan secara luas dalam tradisi penelitian sosiologi pedesaan. Dengan kata lain Ryan dan Gross betul-betul membentuk paradigma difusi klasik.

2.  Masak Air Minum di Pedesaan Nelida, Peru
Lembaga Kesehatan Masyarakat di Peru berusaha memperkenalkan beberapa inovasi kepada penduduk desa untuk meningkatkan kesehatan dan harapan hidup mereka.Lembaga pembaruan itu terkenal di seluruh Amerika Latin karena keberhasilannya; mereka berhasil mendorong penduduk membuat jamban, membakar sampah, mengusir lalat, dan melaporkan adanya kasus-kasus penyakit me­nular, dan memasak air minum. Pembaruan ini berhasil mengubah pikiran dan perilaku penduduk pedesaan Peru yang tidak mengerti apa hubungan sanitasi dengan sakit. Memasak air minum merupakan tindak kesehatan yang pen­ting bagi penduduk desa dan penduduk miskin perkotaan Peru. Bila mereka tidak memasak air minumnya, para pasien yang menderita penyakit menular di Puskesmas sering berobat ulang dalam jangka waktu sebulan karena penyakit yang sama.
Kampanye masak air minum dilancarkan selama dua tahun di Los Molinos, sebuah desa berpenduduk 200 keluarga di perpantaian Peru, hanya mempengaruhi sebelas ibu rungga.Menurut lembaga kesehatan masyarakat itu, Nelida, si petugas kesehatan di desa itu punya tugas sederhana yaitu mengajak para ibu rumah tangga agar terbiasa memasak air minum. Walaupun dibantu seorang dokter yang berceramah u­mum tentang memasak air minum, dan sebelum kampanye telah ada lima belas ibu rumah tangga yang telah biasa masak air minum.

3.  Keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan program Keluarga Berencana (KB).
Dalam program tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa,` kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktu tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut dapat dimengerti, dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia.Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi.Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan produk.

4.  Proses Difusi Inovasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat cepat.Perubahan social pun juga cepat sekali terjadi dan jarang sekali dapat dicegah.Itu semua disebabkan oleh inovasi, diskoveri, ataupun invensi yang saat ini cepat tumbuh, bermacam-macam dan cepat menyebar karena adanya difusi inovasi.

Pengertian dari difusi inovasi adalah proses komunikasi antar warga masyarakat (anggota sistem sosial) mengenai ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik itu berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan saluran dan dalam waktu tertentu. Dalam difusi inovasi, ada empat macam strategi yang digunakan yaitu fasilitatif, paksaan, bujukan dan strategi pendidikan. Dalam difusi inovasi KTSP, strategi yang digunakan adalah sebagai berikut:
ü  Strategi Fasilitatif
Stategi ini dapat dilakukan dengan cara memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang dapat memudahkan prosess pembelajaran. Fasilitas pendidikan tersebut dapat berupa pengadaan buku paket online.Siswa maupun guru dapat langsung mendownload buku pelajaran melalui internet secara gratis. Fasilitas lain dapat berupa pemberian OHP dan LCD kepada masing-masing sekolah.
ü  Strategi Pendidikan
Penggunaan strategi pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan terporgram secara sistematis dan mendasar kepada pendidik. Materi pelatihan yang diberikan dapat berupa proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang pembelajaran dengan melakukan seminar dan pengenalan dan pelatihan penggunaan KTSP kepada pelaksanaan pendidikan seperti guru, kepala sekolah, kegiatan pelatihan ini meliputi:
·         Manajem`en berbasis sekolah
·         Sosialiasasi KTSP
·         Pengembangan kurikulum
·         Penyusunan draf secara mandiri yang dibimbing oleh pengembang kurikulum daerah.
v  Tugas Agen Pembaharu
Agen pembaharu ini dilakukan oleh perwakilan dari Depdiknas (dewan pendidikan).

Secara umum, tugas agen pembaharu adalah sebagai berikut:
a)       Mensosialisasikan tentang KTSP kepada kepala sekolah di seluruh daerah masing-masing dan cara implementasinya pada proses pembelajaran.
b)       Mendiagnosa masalah yang dihadapi klien/ sasaran sehingga mengapa alternatif yang digunakan itu tidak sesuai dengan kebutuhan sasaran.
c)        Membangkitkan kebutuhan untuk berubah, agen pembaharu harus membantu sasaran atau klien, agar mereka sadar akan perlunya inovasi pendidikan.
Secara khusus, tugas agen pembaharu meliputi:
1)       Perencanaan
Sebelum melakukan tindakan, maka agen pembaharu harus membuat rancangan kegiatan yang akan dilakukan.yaitu:
ü    Menetapkan kriteria sekolah di daerah yang akan dijadikan model pengembangan KTSP, yang memenuhi syarat baik dari sarana prasarana, SDM atau kesiapan guru dan siswa dalam melaksanakan kurikulum KTSP.
ü    Menetapkan sekolah yang ada didaerah untuk dijadikan sebagai klien atau sasaran agen pembaharu dalam difusi inovasi KTSP.
ü    Menyusun tim pelaksana yang disebut Tim Pengembang KTSP. Tim ini melibatkan guru sekolah yang bersangkutan dan terdapat pengurus di dalamnya serta menetapkan tugas - tugasnya.
ü    Merancang program kegiatan pelatihan proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang pembelajaran yang disesuaikan dengan SDM guru yang bersangkutan. Meliputi waktu, tempat , jumlah peserta didik dan rangakaian acara yang akan dijalani.
2)       Pelaksanaan
ü  Membentuk Tim Pengembang KTSP yang terdiri dari dewan pendidikan dan komite sekolah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan, pengurus dari agen pembaharu sebagai pelaksana dan fasilitator. Serta dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan.
ü  Mengadakan acara seminar atau penyuluhan kepada sekolah-sekolah tentang kurikulum KTSP.
ü  Menyediakan dan menyiapkan tenaga, alat – alat, dan tempat yang digunakan untuk acara pengenalan kurikulum KTSP, Agen pemabaharu harus menyiapkan pelatihan-pelatihan untuk tenaga pendidik.
ü  Melaksanakan acara pengenalan KTSP sesuai dengan waktu, tempat, dan rangkaian acara yang telah ditetapakan. Agen pembaharu menerangkan pelatihan-pelatihan tentang KTSP yang kemudian untuk dipraktekkan oleh tenaga pendidk dalam pembuatan kurikulum di sekolah.
ü  Agen pembaharu menyediakan atau memberikan tunjangan kepada sekolah untuk memenuhi sarana dan prasarana yang di butuhkan dalam proses belajar dan pembelajaran melanjutkan usaha perubahan sosial.
























DAFTAR PUSTAKA


Sa’ud, Udin Syaefudin. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2012.Contoh Inovasi dan Difusi Pendidikan. [Online] Tersedia:
2012. Materi Perkuliahan Difusi Inovasi Unsur-Unsur Difusi. [Online] Tersedia:http://www.imadiklus.com/2012/04/materi-perkuliahan-difusi-inovasi-unsur-unsur-difusi.html. (26 September 2012)
2012. Kasus Keberhasilan Kegagalan Difusi. [Online] Tersedia: http://1ptk.blogspot.com/2012/06/kasus-keberhasilan-kegagalan-difusi.html. (26 September 2012).


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar